Kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan lengkungan abnormal dikenal sebagai skoliosis, yang paling sering ditemukan pada remaja. Data menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan mengalaminya dibandingkan laki-laki. Menurut American Academy of Orthopedic Surgeons, remaja perempuan di bawah usia 10 tahun memiliki risiko 10 kali lebih besar terkena skoliosis idiopatik dibandingkan laki-laki pada usia yang sama. Karena skoliosis lebih umum pada perempuan, perbedaan risiko antara remaja laki-laki dan perempuan menjadi subjek yang menarik untuk diteliti. Faktor-faktor seperti genetik, hormon, dan pertumbuhan tubuh dapat mempengaruhi seberapa rentan seseorang terhadap skoliosis. Mari simak artikel berikut hingga akhir.

Skoliosis
Kelainan tulang belakang yang disebut skoliosis ditandai dengan kelengkungan abnormal ke samping, seringkali membentuk huruf “S” atau “C”. Kelainan ini berdampak pada postur tubuh dan dapat muncul pada orang-orang dari berbagai usia. Tetapi paling umum muncul pada remaja sebelum pubertas, sekitar usia 10–17. Gejalanya biasanya ringan. Namun, skoliosis dapat berkembang menjadi lebih parah dan menyebabkan komplikasi seperti gangguan pada sendi dan paru-paru.
Pola risiko skoliosis pada remaja laki-laki dan perempuan seringkali menunjukkan pola yang berbeda, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada perempuan. Aspek biologis, hormonal, struktural, perkembangan tubuh, dan faktor lingkungan adalah komponen yang memengaruhi perbedaan ini.
Perbedaan Faktor-Faktor Utama yang Sering Terjadi
Perbedaan Statistik
Dibandingkan dengan laki-laki, remaja perempuan cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi, dengan rasio prevalensi yang dapat bervariasi antara 1,5:1 hingga 10:1, tergantung pada usia dan kelompok studi yang dilakukan.
Studi menunjukkan bahwa perempuan memiliki peluang hingga 8 kali lebih besar terhadap skoliosis selama masa pubertas dibandingkan dengan laki-laki.
Hormon
Faktor hormonal memainkan peran penting dalam hal ini, di mana hormon estrogen pada perempuan dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dan meningkatkan elastisitas jaringan ikat. Selama pubertas, kadar estrogen yang tinggi ini dapat memperburuk perkembangan kelengkungan tulang belakang, menjadikan perempuan lebih rentan terhadap skoliosis.
Sebaliknya, hormon testosteron pada laki-laki cenderung memberikan perlindungan terhadap perkembangan skoliosis, dengan cara mendukung kekuatan otot dan stabilitas tulang belakang, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya kelengkungan yang abnormal.
Pertumbuhan Tulang & Struktur Tubuh
Selain itu, cara tulang berkembang turut mempengaruhi perbedaan tingkat risiko antara kedua jenis kelamin. Pada perempuan, proses pertumbuhan tulang sering kali berlangsung cepat namun tidak merata, terutama di bagian bawah tubuh, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan struktural dan meningkatkan kemungkinan terjadinya skoliosis.
Sebaliknya, pertumbuhan tulang pria cenderung lebih merata, yang menurunkan risiko terjadinya skoliosis. Kekuatan otot menjadi faktor penting yang membedakan keduanya.
Perempuan umumnya memiliki massa otot yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki, yang berarti stabilitas tulang belakang mereka lebih rentan terhadap kelainan struktural.
Laki-laki, yang lebih sering terlibat dalam aktivitas fisik, umumnya memiliki otot yang lebih kuat, yang dapat membantu menjaga postur tubuh dan mengurangi risiko skoliosis.
Faktor Genetik
Faktor genetik (keturunan) mempengaruhi risiko terjadinya skoliosis, dengan kondisi skoliosis idiopatik yang sering kali menunjukkan pola pewarisan genetik. Anak perempuan cenderung lebih sering menunjukkan pola pewarisan genetik ini dibandingkan anak laki-laki, sehingga meningkatkan kemungkinan mereka untuk mengalami skoliosis.
Dapat Terdeteksi & Progresivitas
Selain itu, skoliosis pada perempuan cenderung terdeteksi lebih dini karena gejalanya yang lebih terlihat, seperti asimetri pada bahu atau pinggul yang memudahkan identifikasi masalah lebih awal. Risiko progresivitas skoliosis pada perempuan juga lebih tinggi, mengingat pengaruh faktor hormonal dan perbedaan struktur tulang belakang mereka.
Oleh karena itu, skrining dini sangat dianjurkan, terutama pada remaja perempuan untuk mendeteksi skoliosis lebih awal dan mencegah progresivitas kelengkungan tulang belakang.
Refrensi: jurnalfkip.unram.ac.id, journal.universitaspahlawan.ac.id, alomedika.com, tempo.co