Dipercaya oleh
120,000+ Orang
Pusat Kesehatan Terbaik
KARS Certification
Nomor 1
RSIA Surabaya

Batuk Pertusis: Pemandangan di Balik Suara “Whoop” yang Menghantui

Pernahkah anak Bunda mengalami batuk terus-menerus disertai suara napas melengking setelahnya? Suara khas ini sering membuat orang tua panik, apalagi jika anak tampak sulit bernapas atau sampai wajahnya memerah karena kekurangan oksigen. Meski sering dianggap batuk biasa, kondisi ini bisa jadi tanda penyakit serius dan menular.

Anak yang terkena bisa sulit tidur, muntah karena batuk hebat, dan kelelahan berkepanjangan. Bayi dan balita sendiri adalah kelompok paling rentan, dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi. Dimana suara “whoop” ini menjadi ciri khas penyakit yang masih sering diabaikan. Untuk itu, penting bagi kita mengenali gejalanya dan tahu cara mencegahnya demi melindungi anak-anak dari risiko yang bisa dicegah. Baca artikel ini sampai akhir, karena satu informasi yang diketahui hari ini bisa jadi berguna di esok hari!

Source: brilio.net

Kenali Batuk Pertusis

Infeksi bakteri pada saluran pernapasan dan paru-paru dikenal sebagai batuk rejan atau pertusis. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa fatal, terutama pada bayi dan anak-anak.

Batuk rejan, juga dikenal sebagai batuk (whooping cough), infeksi saluran pernapasan yang sangat menular dan disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis  biasanya ditandai dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Biasanya, batuk rejan dimulai dengan bunyi tarikan napas panjang melengking yang terdengar seperti “whoop”, yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas bagi penderitanya.

Yang Terjadi di Balik Suara “Whoop” Saat Batuk

Bakteri Bordetella pertussis menyerang dan menempel pada dinding saluran pernapasan, terutama bronkus dan trakea, kemudian melepaskan racun, yang menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Tubuh menanggapi dengan meningkatkan jumlah lendir yang digunakan untuk menangkap bakteri. Akibatnya, penderita mengalami batuk yang sangat parah dan berulang-ulang sebagai upaya untuk mengeluarkan lendir.

Setelah serangan batuk yang kuat, penderita sering kali kehabisan napas dan menarik napas panjang dan cepat secara refleks. Ini menghasilkan suara melengking “whoop” yang khas, yang merupakan tanda utama batuk pertusis yang membedakannya dari batuk biasa.

Penyebab Batuk Pertusis

Batuk rejan terjadi akibat infeksi bakteri Bordetella pertussis dalam saluran pernapasan, dapat menyebar ketika seseorang menghirup percikan air liur (droplet) dari individu yang terinfeksi. Setiap orang dapat mengalami batuk rejan, namun seseorang dengan kondisi berikut memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit ini:

  • Usia di bawah satu tahun atau di atas enam puluh lima tahun.
  • Belum melakukan atau menyelesaikan vaksinasi pertusis.
  • Tinggal atau mengunjungi daerah yang mengalami wabah pertusis.
  • Dalam kondisi hamil.
  • Sering berinteraksi dengan individu yang mengalami penyakit pertusis.
  • Mengalami kelebihan berat badan (obesitas).
  • Mempunyai catatan terkena asma.

Tahapan Gejala yang Dialami

  1. Fase Kataral (1–2 minggu)
    Gejalanya serupa dengan flu, seperti demam ringan, batuk kecil, pilek, dan hidung berair. Pada tahap ini, penyakit sangat mudah menular ke orang lain.
  2. Fase Paroksismal (1–6 minggu)
    Batuk semakin parah dan terjadi terus-menerus tanpa jeda. Setelah batuk,  biasanya muncul suara napas melengking atau “whoop”. Anak bisa sampai wajahnya memerah atau membiru karena kekurangan oksigen. Batuk juga bisa menyebabkan muntah dan kelelahan berat.
  3. Fase Pemulihan (minggu ke-4 dan seterusnya)
    Gejala perlahan membaik, tapi batuk bisa tetap bertahan hingga beberapa minggu atau bahkan bulan. Inilah asal sebutan “batuk 100 hari”.

Batuk Pertusis Se-Berbahaya Itu?

Batuk pertusis adalah penyakit yang sangat menular dan dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak kecil yang belum divaksinasi secara menyeluruh. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

  • Pneumonia, (radang paru-paru)
  • Henti napas, atau apnea
  • Kejang-kejang
  • Dehidrasi
  • Gagal Napas
  • Kerusakan Otak

Pada orang dewasa, pingsan, patah tulang rusuk akibat batuk keras, dan penurunan berat badan yang signifikan adalah beberapa komplikasi yang bisa saja mungkin terjadi.

Pengobatan Yang Bisa Dilakukan

Pengobatan yang bisa dilakukan saat benar-benar tidak bisa dicegah bisa dengan 2 cara dengan rekomendasi dari tenaga ahli (dokter);

1. Antibiotik

    Untuk mencegah kekambuhan, penderita batuk pertusis biasanya diberi antibiotik seperti eritromisin (50 mg per kg berat badan per hari) atau ampisilin (100 mg per kg berat badan per hari), dengan dosis maksimal 2 gram per hari. Obat ini diberikan selama 14 hari.

    Namun, perlu diketahui bahwa antibiotik tidak bisa mengurangi batuk hebat yang terjadi pada tahap paroksismal. Obat hanya membantu menghentikan penyebaran bakteri, bukan menghilangkan gejalanya secara langsung.

    2. Terapi suportif

      dilakukan untuk membantu meringankan gejala, seperti mengurangi frekuensi serangan batuk, memastikan tubuh tetap terhidrasi dengan cukup minum, serta menjaga asupan nutrisi agar tubuh tetap kuat selama masa pemulihan.

      Pencegahan yang Bisa Dilakukan

      Cara utama mencegah batuk pertusis adalah melalui imunisasi

      Vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) bisa mulai diberikan sejak bayi berusia 6 minggu, dalam bentuk vaksin DTwP atau DTaP.

      Vaksin DTaP biasanya diberikan dalam beberapa tahap, yaitu saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan, atau bisa juga pada usia 2, 4, dan 6 bulan, tergantung jadwal imunisasi yang dianjurkan.

      Refrensi: belajardokter.com, alodokter.com, nutriclub.co.id, mediaperawat.id 

      Leave a Reply