Stunting adalah gambaran dari masalah yang lebih dalam dan kompleks di masyarakat kita daripada sekadar statistik kesehatan anak atau istilah medis. Anak-anak yang mengalami stunting berisiko tumbuh dengan daya tahan tubuh yang rendah, kemampuan kognitif yang terhambat, dan produktivitas yang rendah saat mereka dewasa.
Ini adalah masalah besar yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia bangsa, bukan hanya masalah keluarga. Mari simak artikel ini sampai akhir!

Apa Sih Stunting Itu?
Stunting yang biasa dikenal sebagai kerdil, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun (balita). Ini terjadi karena kekurangan gizi dan infeksi berulang selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting jika panjang atau tingginya kurang dari dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Selain itu pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan pembangunan bangsa bergantung pada gizi yang baik.
Stunting pada balita dan anak-anak adalah salah satu masalah gizi yang signifikan dan menjadi perhatian global. Menurut UNICEF/WHO, prevalensi balita stunting di seluruh dunia sebesar 22,3%, atau 148,1 juta jiwa pada tahun 2022. Lebih dari setengah dari balita stunting ini berasal dari Asia (76,6 juta) dan sekitar 30% (63,1 juta) berasal dari Afrika.
Dampak Stunting Pada Kualitas SDM
- Anak-anak yang mengalami stunting cenderung mengalami penurunan kualitas kognitif, sehingga menyebabkan kesulitan dalam belajar dan prestasi akademik. Menurut penelitian, kekurangan gizi bahkan dapat menurunkan IQ anak hingga 15-20 poin.
- Dampak poin pertama ini bisa berlanjut hingga masa dewasa, di mana individu yang tumbuh dalam kondisi stunting umumnya memiliki produktivitas yang lebih rendah akibat keterbatasan fisik dan energi.
- Stunting juga memiliki dampak yang signifikan bagi negara karena tingginya permintaan perawatan kesehatan karena kerentanan terhadap berbagai penyakit kronis. Akibatnya, hal ini menentukan anggaran pemerintah dan melemahkan kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
- Memperpanjang siklus kemiskinan antar generasi, terutama karena anak-anak dari keluarga miskin memiliki akses terbatas terhadap lapangan pekerjaan dan pendidikan.
Akibatnya, penanggulangan stunting merupakan langkah penting untuk memecahkan rantai ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia. Berikut beberapa upaya penanggulangan pada stunting:
Upaya Penanggulangan yang Bisa Dilakukan Untuk Mencegah Dampak Stunting
Perawatan multidimensi diperlukan untuk mencegah stunting, diantarnya ialah:
- Memberikan makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa pertumbuhan anak sangat penting untuk mencegah stunting. Ini termasuk asupan protein, vitamin, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dapat membantu mencegah stunting dengan melacak pertumbuhan anak dan menemukan masalah gizi sejak dini.
- Orang tua dapat membantu mencegah stunting di kalangan anak-anak dengan meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya pola makan yang sehat dan pola asuh yang baik.
- Kebersihan Lingkungan: Menjaga kebersihan tempat tinggal penting untuk mencegah infeksi yang dapat memperburuk kesehatan anak.
Penanggulangan stunting juga menjadi prioritas nasional di Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung tercapainya target pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah telah mengambil berbagai inisiatif strategis yang menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat.
Berikut adalah beberapa contohnya:
- Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stranas Stunting), terdiri dari lima pilar penting: komitmen dan visi pemimpin nasional, kampanye perubahan perilaku secara masif, konvergensi program lintas sektor, kebijakan ketahanan pangan, dan pemantauan serta evaluasi berkala.
- Kementerian Kesehatan juga berfokus pada intervensi gizi yang sensitif dan khusus, dengan sebelas program yang mencakup dua fase: sebelum melahirkan dan setelah melahirkan. Pada fase sebelum melahirkan, remaja putri diberi tablet tambah darah untuk mencegah anemia, dan pada fase setelah melahirkan, dilakukan edukasi menyusui eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan pemantauan pertumbuhan anak dari usia 0 hingga 24 bulan.
- Selain itu, pendekatan berbasis keluarga juga dilakukan melalui penyediaan data keluarga yang berisiko stunting, pendampingan calon pengantin dan pasangan usia subur (PUS), dan audit kasus untuk mengevaluasi seberapa efektif kebijakan yang diterapkan.
Ini dilakukan untuk menurunkan angka stunting secara signifikan. Targetnya adalah menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024 dan 18% pada tahun 2025, sesuai dengan target global WHO.
Refrensi : stunting.go.id, nestlehealthscience.co.id, alodokter.com, halodoc.com, lms-elearning.bkkbn.go.id, kemenkopmk.go.id, jurnal.stialan.ac.id